- Arthur G. Binning
and David H.Binning (1982) mengemukakan bahwa: Studi Sosial adalah mata
pelajaran yang berhubungan langsung dengan perkembangan dan organisasi
masyarakat manusia dan manusia sebagai anggota dari kelompok sosial.
- Edgar B. Wesley
(1980), mengemukakan bahwa: Studi Sosial adalah Ilmu-ilmu Sosial yang
disederhanakan untuk tujuan pengajaran di sekolah.
- Willian B. Ragam
(1982), menyatakan bahwa: Program Studi Sosial mencerminkan bahan-bahan
dari berbagai ilmu Sosial, tetapi ia juga mempergunakan bahan-bahan dari
masyarakat setempat.
- John Jarolimek
(1967) menyatakan bahwa: Studi Sosial merupakan bagian dari kurikulum
pendidikan dasar yang materi pelajarannya terdiri dari ilmu-ilmu social seperti;
Sejarah, Geografi, Ekonimi, Antropologi, Soiologi, Politik, Psykologis
Sosial bahkan termasuk Ilmu Filsafat.
Jadi Studi Sosial dapat pula dikatakan
sebagai bagian-bagian dari ilmu sosial yang diseleksi atau dipilih untuk tujuan
pengajaran.
Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada diagram Jarolemek sebagai berikut:
Selanjutnya akan dikemukakan pula
pengertian IPS menurut para pakar Ilmuan Sosial di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1.
Nasution.D,Prof,Dr M.A (1975) merumuskan bahwa IPS adalah suatu program
Pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan
manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya yang
bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial seperti: geografi, sejarah,
ekonomi, antropologi, sosiologi, politik dan psikologi sosial. Dapat juga dikatakan bahwa IPS pelajaran yang
merupakan fusi atau paduan dari sejumlah mata pelajaran Ilmu-ilmu sosial. Atau
IPS merupakan mata pelajaran yang menggunakan bagian-bagian tertentu dari
ilmu-ilmu sosial.
2.
Nu’man Sumantri dan kawan-kawan (1973) merumuskan bahwa, IPS sebagai bahan
pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan di
tingkat SD, SLP, dan SLA.
3.
IPS adalah suatu bidang studi yang merupakan paduan sejumlah mata pelajaran
Sosial (Departmen P dan K R.I)
4. A. Kosasi Djahiri
(1983) merumuskan bahwa IPS adalah merupakan ilmu pengetahuan ang memadukan
sejumlah konsep pilihan dari cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian
diolah berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan
program pengajaran pada tingkat persekolahan.
Berdasarkan pada uraian tentang pengertian
IPS, maka guru IPS diharapkan selain memahami orientasi dan pendekatan
kurikulum, juga memahami konsep-konsep dan generalisasi yang terdapat dalam
kurikulum maupun dari buku paket dan buku teks lainnya yang dianggap tepat
untuk diajarkan. Upaya itu dimaksudkan agar konsep dan generalisasi dapat
diajarkan sebagai jawaban terhadap tuntutan kebutuhan yang beranggapan bahwa
pengajaran fakta selama ini sudah tidak memadai lagi, seperti dikatakan Edwin
Fenton (1976) bahwa: fakta semata tidaklah berarti apa-apa untuk dirinya
sendiri. Fakta akan memiliki arti dalam fikiran orang yang mempelajarinya.
Suatu fakta yang sama akan mempunyai arti yang berbeda terhadap dua orang yang
pandangannya berbeda.
Dapat juga dikatakan bahwa pelajaran IPS
ini diharapkan bukan hanya penanaman, pembinaan pengetahuan konsepsional
belaka, melainkan ialah pembinaan pengerian sikap terhadap nilai-nilai praktis
(operasional) dari pada konsep tersebut serta kemahiran penerapannya sebagai
insan sosial. Oleh karena pengajaran
IPS bukan sekadar menyedorkan serentetan konsep-konsep saja, melainkan
kemampuan guru dan siswa menarik nilai/arti yang terkandung dalam konsep, serta
bagaimana cara menerapkannya.
Kardiyono Mertodihardjo (1984)
mengemukakan bahwa untuk mendapatkan gambaran tentang, fakta, konsep generalisasi dan teori, maka secara jelas akan diuraikan dan berurutan melalui
Hirarki Konsep seperti pada bagang berikut :
abstraksi
abstraksi
verbal
Keterangan: Proses Induktif
Proses Deduktif
1.
Persepsi
adalah pengamatan melalui indra, penafsiran terhadap suatu persepsi dipengaruhi
pengalaman-pengalaman yang sudah dimiliki seluruhnya oleh seseorang. Persepsi ini merupakan
proses penyaringan berdasarkan pengalaman-pengalaman. Persepsi merupakan produk
mental dari hasil pengalaman ia merupakan bahan mental untuk berfikir melalui
daya persepsi dan daya mengingat, seseorang mengumpulkan informasi tentang
kejadian (fakta) di sekelilingnya.
2.
Fakta adalah kejadian, obyek atau
gejala-gejala yang sudah atau dapat dibenarkan oleh indera. Fakta yang
diperoleh berdasarkan observasi tidak mempunyai arti sendiri, ia sekedar alat.
Ilmu dibentuk dari fakta, sebagaimana halnya batu bata sebagai alat pembentuk
gedung. Kumpulan fakta bukan gedung, kumpulan fakta bukan ilmu. Fakta merupakan
data mentah bagi pembentukan konsep. Sebagai contoh: Bumi beredar mengelilingi
matahari, Kuala Lumpur Ibu Kota Negara Malaysia dan sebagainya.
3.
Konsep
adalah suatu abstraksi (hanya dalam ingatan dan pikiran) dari fakta dan
persepsi. Merupakan gambaran dikepala (inpresi, visualisasi, representasi
gejala-gejala) konsep memberikan arti keteraturan dan pengalaman. Konsepsi
merupakan pembedaan/pemilikan secara sadar dari pengalaman persepsi yang pernah
dieroleh. Konsep tidak dapat dipelajari tanpa pengalaman yang relevan dengan
gejala/kejadian yang akan di”konsep”kan. Salah konsep (misconception) terjadi karena adanya penghilangan atau penambahan
dari apa yang esensil ada didalam konsep. Akibatnya: kekeliruan dalam penyamaan
terhadap gejala-gejala lain, ini dinamakan “over
generalization”. Jenis konsep yang dikembangkan oleh anak didik terbatas
pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh sebelumnya, konsep berguna untuk
menggolong-golongkan benda, ide, kejadian, konsep harus dapat di abstraksikan,
ini sangat esensiil. Perlu diberikan catatan penting bahwa, Stereotipe ialah
konsep tentang orang/obyek, tempat, kejadian yang belum terwujud berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang cukup. Sedangkan fungsi konsep disini adalah (1)
sebagai unsur respon terhadap sesuatu kejadian atau maksud, (2) sebagai
perantara kejadian dan perbuatan dan perbuatan/kelakuan, (3) membantu kita
untuk membedakan, menggolongkan, memperhitungkan fakta-fakta di sekeliling
kita. Oleh karena itu setiap disiplin ilmu sosial memiliki dan mengembangkan
konsep-konsep masing-masing yang dilakukan oleh para ahlinya seperti
jenis-jenis konsep yang perlu dikembangakan oleh para guru IPS adalah (a) konsep konjungtif, (b) konsep
disjungtif, (c) konsep relasional, (d) kosep infret, dan (e) konsep ideal.
4.
Generalisasi
adalah merupakan paduan dari dua atau lebih dari konsep-konsep: dapat sederhana
(kian besar keluarga, kian besar biaya), dan dapat kompleks (setiap masyarakat
memiliki kebuadayaan masing-masing). Kumpulan dari generalisasi atau biasanya berupa
prinsip, dalil, hukum, pernyataan dapat membentuk teori. Generalisasi berfungsi
dalam pengajaran IPS antara lain adalah (1) membantu dalam pemilihan bahan
pelajaran, (2) sebagai tujuan umum IPS, (3) mengorganisasi kegiatan belajar
mengajar, (4) membantu dalam membangun hubungan pengertian atau artikulasi
bahan-bahan pengajaran dalam kurikulum IPS. Selain hal tersebut juga
generalisasi memiliki beberapa ciri-ciri, antara lain (a) generalisasi
menunjukkan hubungan dua konsep atau lebih, (b) generalisasi lebih bersifat
umum dan merupakan abstraksi yang menunjukkan pada keseluruhan dan bukan bagian
atau contoh, (c) generalisasi adalah tingkat abstraksi yang lebih tinggi dan bukan
sekedar konsep, (d) generalisasi didasarkan pada proses. Generalsasi
dikembangkan atas dasar penalaran dan bukan hanya berdasarkan pengamatan semata
(e) generalisasi berisi pernyataan-pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya,
(f) generalisasi bukanlah sekedar pernyataan yang diverbalkan atau penegasan
pernyataan akan tetapi satu kesatuan pengertian.
5.
Teori
adalah bentuk pengetahuan dalam tingkat tertinggi, merupakan salah satu dari
tujuan pokok didalam perkembangan setiap disiplin/ilmu.Terdiri dari suatu
proposisi (generalisasi) yaitu: prinsip, dalil, hukum, dan sebagainya yang
saling berhubungan yang dapat diuji kebenarannya.
Bahan
pelajaran IPS pada konsep-konsep dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti:
sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik psykologi sosial dan ekologi. Disamping
lingkungan alam dan masyarakat sekeliling juga memberikan bahan berupa
fakta-fakta (M. Abduh, 1990). Oleh karena itu guru IPS wajib mengetahui konsep
dasar dari ilmu-ilmu sosial dan fakta-fakta sekitar dengan baik. Ruang lingkup
IPS ialah keseluruhan lapangan ilmu sosial. Dalam pengajaran IPS baik konsep
maupun generalisasi diupayakan agar ditemukan sendiri oleh siswa melalui
pendekatan induktif. Namun untuk kepentingan pengajaran ada baiknya bila guru
sendiri telah memiliki konsep-konsep dan generalisasi, yang dapat digunakan
untuk menguji konsep-konsep dan generalisasi yang ditemukan siswa. Tidak
berarti bahwa rumusan konsep dan generalisasi yang ditemukan siswa harus sama
persis dengan konsep dan generalisasi temuan guru.
Setiap cabang ilmu sosial mempunyai
titik berat perhatian yang berbeda-beda, misalnya: Sejarah sangat memperhatikan
aspek waktu, Geografi sangat memperhatikan aspek keruangan, Ekonomi sangat
memperhatikan aspek kelangkakaan sumber kebutuhan hidup, Sosiologi aspek
masyarakat dan seterusnya. Adanya titik berat perhatian yang berbeda-beda itu,
maka setiap cabang ilmu sosial mengembangkan konsep dan generalisasi
masing-masing sesuai dengan titik berat perhatiannya. Setiap siswa perlu
menguasai pengertian tentang konsep dasar dan generalisasi berbagai cabang ilmu
sosial yang dapat dipergunakan untuk mempelajari persoalan kemasyarakatan,
mencoba menyelami prosesnya dan mencoba ikut memecahkannya. Mempelajari konsep
dan generalisasi IPS sangat penting karena: (a) siswa mudah memahami
proses-proses yang terjadi dalam masyarakat, (b) konsep dan generalisasi tidak
mudah dilupakan, Karena diperoleh melalui pemahaman dan bukan melalui hafalan. (c)
konsep dan generalisasi yang dipahami membuat sesuatu peristiwa menjadi lebih
jelas kaitannya satu dengan yang lainnya.
Pengajaran
IPS sifat menyeluruh penting untuk diketahui dan dipahami, karena IPS menangani
bahan pelajaran dalam hubungan tali temali, kait berkait atau “Integrated” atau “Interdisipliner”.
Program IPS harus mengembangkan; pengertian, sikap, dan keterampilan. Pengertian; menyangkut perkembangan
fakta, konsep dan generalisasi yang merupakan isi dasar IPS. Hal ini dapat
diambil dari ilmu-ilmu sosial dan dari pengalaman dalam masyarakat sendiri. Sikap; menyangkut nilai, apresiasi, dan
ide-ide yang diperoleh anak didik melalui program IPS. Sedangkan keterampilan; menyangkut kemampuan
tehnis dan fisik. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan perlu dikembangkan
pada setiap program IPS sesuai dengan tujuan IPS. Setiap program IPS hendaknya
berorientasi kepada Negara, bangsa dan masyarakat Indonesia sendiri.
Mulyono
Tj (1982) mengemukakan bahwa pengajaran IPS perlu pula memperhatikan bagaimana
cara memilih dan menyusun konsep, agar pelaksanaan dan pengembangan materi
pelajaran tidak bermasalah, artinya tidak terjadi kesalahan dalam memilih
konsep atau salah konsep maka perlu diperhatikan cara memilih konsep hendaknya
dipilih berdasarkan prinsip-prinsip seperti berikut yaitu: (a) perinsip
keperluan, (b) perinsip ketepatan, (c) perinsip mudah dipahami, dan (d)
perinsip kegunaan. Sedangkan cara menyusun konsep adalah: Konsep merupakan
abstraksi dari sekumpulan fakta yang memiliki ciri-ciri yang sama. Konsep itu
terwujud dari bentuk konkrit ke bentuk abstrak. Proses ini dilakukan oleh
anak-anak didik berdasarkan latar belakang pengalamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar